Article Font Size
Small
Medium
Large

Makalah Mendidik Anak Menurut Alqur'an Dalam Surat Luqman

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang masalah
Biasanya suatu peristiwa yang dikaitkan dengan hukum kausalitas akan dapat menarik perhatian para pendengar. Apalagi dalam peristiwa itu mengandung pesan-pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu yang telah musnah, maka rasa ingin tahu untuk menyingkap pesan-pesan dan peristiwanya merupakan faktor paling kuat yang tertanam dalam hati. Dan suatu nasihat dengan tutur kata yang disampaikan secara monoton, tidak variatif tidak akan mampu menarik perhatian akal, bahkan semua isinya pun tidak akan bisa dipahami. Akan tetapi bila nasihat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi dalam kehidupan, maka akan dapat meraih apa yang dituju. Orang pun tidak akan bosan mendengarkan dan memperhatikannya, dia akan merasa rindu dan ingin tahu apa yang dikandungnya. Akhirnya kisah itu akan menjelma menjadi suatu nasihat yang mampu mempengaruhinya.

Sastra yang memuat suatu kisah, dewasa ini telah menjadi disiplin seni yang khusus diantara seni- seni lainnya dalam bahasa dan kesustraan. Tetapi kisah- kisah nyata al- qur’an telah membuktikan bahwa redaksi kearaban yang dimuatnya secara jelas menggambarkan kisah- kisah yang paling tinggi nilainya.

Misalnya kisah Luqman dalam al-qur’an, begitu mulyanya seorang ayah dalam  mendidik anaknya dengan nasihat-nasihat yang penuh makna. Sehingga nama Luqman ini menjadi salah satu nama surat dalam al-qur’an. Sebagai orang tua atau pendidik, kita harus punya pedoman dalam medidik anak agar terciptanya generasi yang rabbani.

Namun pada kenyataannya, orang tua pada zaman sekarang mendidik anaknya dengan kekerasan. Padahal kehadiaran anak dalam keluarga itu sebagai anugerah terindah dalam hidup. Oleh karena itu, mari kita pelajari bersama bagaimana cara mendidik anak yang baik menurut qur’an surat Luqman.


 

1.2 Rumusan masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan?

2.      Apa yang dimaksud dengan anak?

3.      Mengapa mendidik anak itu penting?

4.      Bagaimana konsep mendidik anak menurut qur’an surat luqman!

5.      keistimewaan surat luqman

1.3 Tujuan

1.      Menjadi pendidik/ orang tua yang berkualitas.

2.      Menjadi yang baik.

3.      Terciptanya keluarga yang harmonis.

1.4 Manfaat

1.      Bagi penulis : Istiqomah dalam kebajikan, terutama dalam mendidik pribadi, keluarga dan masyarakat. Melatih kemampuan saya menyusun makalah ini.

2.      Bagi pendidik :

3.      Bagi pembaca :

BAB 2
PEMBAHASAN


2.1 Kajian teoritis

Pengertian kisah ( Qashash )

Kisah berasal dari kata al- qshashu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Dikatakan, “qashashtu atsarahu” artinya, “ saya mengikuti  atau mencari jejaknya “. Kata al- qashashu adalah bentuk masdar.

Qashash berarti berita yang berurutan. Firman Allah swt : “ sesungguhnya ini adalah berita yang benar. “ ( Qs. Al- Imran : 62 ); sesungguhnya pada berita mereka  itu terdapat pelajaran bagi orang- orang yang berakal.” (Qs. Yusuf: 111 ). Sedang al- qishash berarti urusan, berita, perkara dan keadaan.

Qashash Al- qur,an adalah pemberitaan al- qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat ( kenabian ) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Al- qur’an banyak mengandung keterangan tentang kejadian masa lalu, sejarah bangsa- bangsa, keadaan negeri- negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.

Jenis- jenis kisah dalam Al- qur’an

1)      Kisah para Nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkkuat dakwahnya, sikap-sikap orang- orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya kisah Nabi Nuh As, Nabi Ibrahim As, Nabi Musa As, Nabi Harun As,Nabi Isa As, Nabi Muhammad Saw, dan nabi- nabi serta rasul lainnya.

2)      Kisah- kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah orang yang keluar dari kampung halaman, yang beribu- ribu jumlahnya karena takut mati, kisah talut dan jalut, dua orang putra adam, penghuni gua, zulkarnain, orang- orang yang menangkap ikan pada hari sabtu, Maryam, ashabul ukhdud, ashabul fil (pasukan gajah) dan lain- lain.

3)      Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah Saw., seperti perang badar dan perang uhud dalam surah al-Imran, perang hunain dan tabuk dalam surah at-taubah, perang ahzab dalam surah al-ahzab, hijrah, isra mi’ra,j, dan lain-lain.

Faedah kisah-kisah al-qur’an

1)      Menjelaskan  asas-asas dakwah menuju Allah Swt. dan menjelaskan  pokok- pokok syari’at yang dibawa oleh para nabi.

2)      Meneguhkan hati rasulullah dan hati umat Muhammad saw atas agama Allah Swt, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya.

3)      Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.

4)      Menampilkan kebenaran Muhammad Saw dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang- orang terdahulu disepanjang kurun dan generasi.

5)      Menyingkap kebohongan ahli kitab dengan cara membeberkan keterangan yang semula mereka sembunyikan kemudian menantang mereka dengan menggunakan ajaran kitab mereka sendiri yang masih asli, yaitu sebelum kitab itu diubah dan diganti.

6)      Kisah termasuk salah satu bentuk satra yang dapat menarik perhatian para pendengar mempengaruhi jiwa.

Pengaruh kisah- kisah al-qur’an dalam pendidikan :

Tidak diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan dapat menembus relung jiwa manusia dengan mudah sehingga segenap perasaan akan mengikuti alur kisahnya tersebut tanpa merasa jemu atau kesal. Akal pun dapat menelusurinya dengan baik. Akhirnya ia memetik dari keindahannya itu aneka ragam “ bunga dan buah-buahan “.

Pelajaran yang disampaikan dengan metode khutbah dan ceramah akan menimbulkan kebosanan. Seseorang yang masih muda dan baru berkembang akan kesulitan menangkapnya. Oleh karena itu, narasi kisah sangat bermanfaat dan mengandung banyak  faedah. Pada umumnya, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita. Biasanya ingatannya lebih cepat menampung sesuatu yang diriwayatkan (diceritakan) kepadanya selanjutnya ia dapat menirukan dan mengisahkannya.

Inilah fenomena fitrah jiwa yang tentunya perlu mendapat perhatian para pendidik dalam lapangan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang merupakan esensi pengajaran dan rambu- rambu pendidikan.

Dalam kisah-kisah al-qur’an terdapat banyak lahan subur yang dapat membantu kesuksesan para pendidik dalam melaksanakan tugasnya, seperti pola hidup para nabi, berita-berita tentang umat terdahulu, sunnatullah dalam kehidupan masyarakat dan hal ihwal bangsa-bangsa. Semua itu dikatakan dengan benar dan jujur. Para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah- kisah al- qur’an dengan uslub bahasa yang sesuai dengan tingkat nalar pelajar dalam segala tingkatan.

2.2 Pembahasan

2.2.1 Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

dakwatuna.com - Pendidikan secara umum ialah setiap sesuatu yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan jasmani, akal, dan akhlak seseorang sejak dilahirkan hingga dia mati. Pendidikan dengan pengertian ini meliputi semua sarana, baik disengaja seperti pendidikan di lingkungan keluarga (rumah), pendidikan sekolah, atau yang tidak disengaja seperti pendidikan yang datang kebetulan dari pengaruh lingkungan sosial kemasyarakatan dalam pergaulan kesehatan atau yang bersifat alamiah dan lain-lain. Pendidikan dalam Islam adalah sumber kekuatan yang harus dimiliki oleh setiap umat manusia agar mereka tidak tersesat terhadap apa yang mereka tidak ketahui dalam bidang agama, apalagi saat ini banyak sekali firqah-firqah yang ikut menyemarakkan jalannya jama’atul muslimin.

2.2.2 Pengertian Anak

Anak adalah anugerah sekaligus amanat yang diberikan Allah Swt. kepada setiap orang tuanya. Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran anak di tengah-tengah keluarga merupakan bagian terpenting dari kebahagiaan setiap rumah tangga. Orang tua atau keluarga yang telah dikaruniai anak, wajib berterimakasih atau bersyukur hanya kepada Allah Swt. yang telah memberikan kepadanya kebahagiaan dengan memberikan karunia berupa keturunan atau anak yang menjadi pujaan hati dan kesayangan, sekaligus menjadi  tumpuan harapan bagi kebahagiaan masa depannya.

         Selain sebagai anugerah atau nikmat, anak juga merupakan amanat atau titipan Allah Swt. Orang tua wajib memperlakukan anak-anaknya secara baik dengan memberikan pemeliharaan, penjagaan, juga pendidikan yang baik, lahir maupun batin, agar di kemudian hari mereka dapat tumbuh sebagai anak-anak yang shalih dan shalihah yang senantiasa taat kepada Allah Swt, berbakti kepada kedua orang tua dan berguna bagi sesamanya. Melaksanakan kewajiban memelihara dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya ini, merupakan bentuk lain dari perwujudan rasa syukur kepada-Nya. Sebaliknya, menyia-nyiakan dan tidak memberikan pendidikan yang baik kepada mereka, adalah suatu bentuk pengkhianatan terhadap nikmat dan amanat yang diberikan-Nya kepada kita.

         Menurut psikologi, anak adalah periode pekembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun tahun sekolah dasar.

2.2.3 Urgensi Mendidik Anak

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu (agama) beberapa derajat." (Al-Mujaadilah:11)

Allah Ta'ala yang memerintahkan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berdo'a:

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

"Dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu (agama)." (Thaahaa:114)

2.2.4 Konsep Mendidik Anak  Menurut Surat Luqman

Surat Luqman (سورة لقمان) adalah surah ke-31 dalam Al-Quran. Surat ini terdiri dari atas 34 ayat dan termasuk golongan surah-surah Makkiyyah. Surah ini diturunkan sesudah Surah As-Saaffat. Nama Luqman diambil sempena dari kisah Luqman yang diceritakan dalam surah ini tentang bagaimana ia mendidik anaknya.

Luqman Al-Hakim adalah sosok teladan dalam mendidik anak. Keteladanan Luqman Al-Hakim dalam mendidik anak ini telah diabadikan dalam Al-Qur’an Al-Karim agar menjadi contoh dan pedoman bagai umat sesudahnya dalam mendidik anak sebagai amanat sekaligus anugerah dari Allah Swt. Tersebut dalam Surah Luqman ayat 12-19, Allah SWT. telah berfirman:

ولقد اٰتينا لقمٰن الحكمة ان اشكر لله و من يّشكر فإنّما يشكر لنفسه و من كفر فإنّ الله غنيّ حميد (١٢)  وإذ قال لقمٰن لابنه و هو يعظه يٰبنيّ لا تشرك بالله إنّ الشّرك لظلم عظيم (١٣)  و وصّين الإنسان بوالديه حملته أمّه وهنا على وهن وّ فصٰله في عامين أن اشكرلي و لوالديك إليّ المصير (١٤)  و إن جاهدٰك على أن تشرك بي ما ليس لك به علم فلا تطعهما و صاحبهما في الدّنيا معروفا وّ اتّبع سبيل من أناب إليّ ثمّ إليّ مرجعكم فأنبّئكم بما كنتم تعملون (١٥) يٰبنيّ  إنّها إنتك مثقال حبّة من خردل فتكن في صخرة أو في السّمٰوٰت أو في الأرض يأت بها الله إنّالله لطيف خبير (١٦)  يٰبنيّ أقم الصّلٰوة و أمر بالمعروف و انه عن المنكر و اصبر على ما أصابك إنّ ذٰلك من عزم الأمور (١٧)  و لا تصعّر خدّك للنّاس و لا تمش في الأرض مرحا إنّ الله لا يحبّ كلّ مختال فخور (١٨) و اقصد بمشيك و اغضض من صوتك إنّ أنكر الأصوات لصوت الحمير (١٩)

12. Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".

13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

15.       Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

16. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus[1181] lagi Maha mengetahui.

17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan[1182] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

Isi kandungan surat luqman :

    Keimanan:  Al Qur'an merupakan petunjuk dan rahmat yang dirasakan benar-benar oleh orang-orang yang beriman; keadaan di langit dan di bumi serta keajaiban-keajaiban yang terdapat pada keduanya adalah bukti-bukti atas keesaan dan kekuasaan Allah; manusia tidak akan selamat kecuali dengan taat kepada perintah-perintah Allah dan berbuat amal-amal yang soleh; lima hal yang ghaib.
     yang hanya diketahui oleh Allah sendiri; ilmu Allah meliputi segalanya baik yang lahir maupun yang batin.
    Hukum-hukum: Kewajiban patuh dan berbakti kepada kedua orang tua selama tidak bertentangan dengan perintah-perintah Allah; perintah supaya memperhatikan alam dan keajaibannya untuk memperkuat keimanan dan kepercayaan akan ke-Esaan Tuhan; perintah supaya selalu bertakwa dan takut akan pembalasan Tuhan pada hari kiamat di waktu seseorang tidak dapat di tolong baik oleh anak atau bapaknya sekalipun.
    Kisah-kisah: Kisah Luqman, ilmu dan hikmah yang didapatnya.
    Lain-lain: Orang-orang yang sesat dari jalan Allah dan selalu memperolok-olokkan ayat-ayat Allah; celaan terhadap orang-orang musyrik karena tidak menghiraukan seruan untuk memperhatikan alam dan tidak menyembah Penciptanya; menghibur hati Rasulullah Saw. terhadap keingkaran orang-orang musyrik, karena hal ini bukanlah merupakan kelalaiannya; nikmat dan karunia Allah tidak dapat dihitung.

Nasihat Luqman

Di antara nasihat Luqman yang terdapat dalam surah Luqman ialah:

    Jangan mempersekutukan Allah (Luqman [31]:13).
    Berbuat baik kepada dua orang ibu-bapanya (Luqman [31]:14).
    Sadar akan pengawasan Allah (Luqman [31]:16).
    Dirikan salat (Luqman [31]:17).
    Perbuat kebajikan (Luqman [31]:17).
    Jauhi kemungkaran (Luqman [31]:17).
    Sabar menghadapi cobaan dan ujian (Luqman [31]:17).
    Jangan sombong (Luqman [31]:19).

Keutamaan Luqman adalah beliau menggabungkan hikmah dan syukur menjadi karakter pendidik yang unggul. Karakter di mana ketika seorang hamba yang pandai berhikmah maka dia akan menjadi pribadi yang tenang akan setiap masalah karena tinggi ilmu yang dimiliki sehingga mudah saja memikirkan jalan keluar yang terbaik, bukan karena melupakannya. Syukur merupakan perilaku yang senantiasa meningkatkan kapasitas diri ketika nikmat di beri atasnya dan akan terus meningkatkan kapasitasnya dalam segi ibadah maupun muamalah ketika nikmat itu di tambah oleh Allah Swt.

Luqman dalam pendidikan anak-anaknya mengutamakan pendidikan aqidah, di mana itulah penyelamat anak-anaknya ketika suatu tidak dapat menolongnya selain pertolongan Allah Swt dikarenakan sangat sayang kepada hamba-hamba-Nya yang bertaqwa. Allah Swt sangatlah pencemburu terhadap hamba-hamba-Nya apabila seorang manusia berbuat zhalim seperti syirik, yaitu menempatkan sifat ketuhanan Allah bukan pada tempatnya, manusia menyembah kepada selain Allah. Jangankan berbuat syirik, kita menunda-nunda waktu shalat pun kita sudah menduakan Allah. Seperti pesan Luqman terhadap anak-anaknya dalam surat Luqman ayat 13, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”.

Pendidikan akhlak pun tak luput dari pengajaran Luqman terhadap anak-anaknya, seperti dalam surat Luqman ayat 14, yaitu “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. Pada ayat ini Allah mengisahkan pembelajaran oleh Luqman terhadap anak-anaknya tentang keutamaan berbaktinya seorang anak karena kesusahan ayah dan ibunya saat anak masih dalam kandungan, terlebih ibu yang susah yang bertambah-tambah dan kita diwajibkan bersyukur kepada Allah dan kedua orang tua dengan berbakti kepada keduanya. Berbakti kepada orang tua termasuk meminta izin terhadap apa yang ingin kita lakukan dalam skala makro, seperti ingin menikah, bekerja, maupun pindah ke tempat baru.

Adapun pada ayat setelahnya yaitu Luqman ayat 15 , “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Poin yang terpenting di ayat ini adalah jika orang tua mengajak kepada kemaksiatan maka tidak boleh mengikuti, namun kita tetap berkewajiban bergaul dengan baik terhadap orang tua. Contoh terbaik untuk menggambarkan aplikasi ayat ini adalah kisah nabi Ibrahim ketika menasihati ayahnya yang pembuat patung untuk disembah oleh masyarakatnya, beliau tidak mengikuti langkah ayahnya dan tetap memberi nasihat dan berdiskusi dengan ayahnya mengenai perbuatan maksiat yang ayahnya lakukan. Mungkin kita sering bertanya, kenapa masih banyak anak yang perilakunya tidak baik.

Pendidikan konsekuensi terhadap tindakan pun menjadi penting agar tidak sembarangan dalam melakukan suatu tindakan, dalam surat Luqman ayat 16, yaitu “(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”. Dalam ayat ini terdapat konsep keimanan pada hari akhir. Dari konsep tersebut butuh dua pemahaman untuk menjalankannya dengan baik. Pertama adalah Ihsan, yaitu sikap muraqabatullah di mana manusia itu berada, maka Allah akan mengetahui apa yang dia lakukan maupun niat yang ada dalam hatinya. Kedua adalah tanggung jawab Ilahiyah, di mana seseorang harus bertanggung jawab akan tindakannya selama di dunia di hadapan Allah kelak.

Menjadi shalih/shalihah bukanlah hal yang biasa jika dia saja yang menjadi shalih/shalihah tanpa merubah lingkungan sekitarnya. Terdapat dalam surat Luqman ayat 17, “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. Kewajiban ini merupakan konsep tanggung jawab secara konstitusi antara Allah dengan hamba-Nya yang bertaqwa. Konsep pertama yaitu, seorang hamba yang bertaqwa senantiasa melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, namun melakukan ini pada zaman sekarang butuh berjamaah karena selain godaan banyak tapi juga fitnah akan deras mengalir ke orang yang melakukan nahi munkar. Contoh nahi munkar yang paling kongkret adalah FPI, mereka berani mencegah kemunkaran dengan tangan, di mana saat itu polisi dan pemerintah yang beridentitas muslim tidak berani mencegah yang munkar di depan mata. Kedua adalah sabar atas keadaan yang menimpa dirinya, rasa sabar inilah yang membuat manusia semakin tegar dalam menghadapi cobaan dalam mengimplementasikan ilmu yang dimiliki.

Bagian terakhir dalam pendidikan akhlak yang diajarkan Luqman kepada kita terdapat dalam ayat ke 18 dan 19, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. Sikap sombong di sini adalah merendahkan orang lain dan tidak mau mendengarkan kebenaran, alangkah kasihan orang tersebut karena Allah akan mengazabnya dengan siksa yang pedih karena yang patut sombong hanya Allah SWT.

“Perilaku seorang muslim yaitu apabila ia berkata maka kata-kata yang keluar adalah kata-kata yang baik lagi menyejukkan dan apabila bertindak maka tindakannya tepat pada sasaran dan tidak terburu-buru”.

Tujuan Pendidikan Anak dalam Surah Luqman Al-Hakim

Dari beberapa tinjauan munasah (keterkaitan) dalam surat luqman ayat 12-19 dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan luqman pada mulanya adalah membentuk manusia yang mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apupun juga. Ketauhidan kepada Allah selanjutnya memiliki beberapa konsekuensi sebagaimana yang dikemukakan ole K.H Hasyim Asy’ari sebagai berikut :

Ketauhidan mewajibkan adanya keimanan, maka barang siapa yang tidak mempunyai keimanan berarti ia tidak mempunyai ketauhidan. Keimanan mewajibkan pelaksanaan syari’at, maka barang siapa yang tidak melaksanakan syari’at, berarti dia tidak mempunyai keimanan. Pelaksanaan syari’at mewajibkan adanya adab (akhlaq) maka barang siapa tidak mempunyai akhlaq, berarti dia tidak mempunyai syari’at, keimanan dan ketauhidan dalam dirinya .

Berdasarkan keterangan tersebut bahwa tujuan pendidikan menurut luqman adalah membentuk manusia yang beriman, islam dan berakhlaq, karena ketiga-tiganya merupakan satu-kesatuan yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya.

1. Membentuk Pribadi Yang Beriman

Tujuan untuk membentuk pribadi islam diwakili oleh ayat 13-16. Pada ayat 13 luqman melarang putranya untuk menyekutukan Allah SWT. Kemudian disusul dalam penghujung ayat 14 yang menjelasakan tentang pasti adanya hari akhir, seedangkan dalam penghujung ayat 15 menerangkan adanya hari pembalasan. Meskipun posisi ayat14-15 sebagai ayat penyela, namun menurut Imam Al-Thabari kandungan kedua ayat ini selaras dengan materi dan tujuan pendidikan luqman.

Tujuan membentuk pribadi yang beriman juga tampak dalam ayat 16 yang menunjukan sifat-sifat Allah SWT. Dari sini sudah jelas bahwa tujuan luqman mendidik putranya adalah agar mempunyai keimanan yang kuat dan kokoh dengan cara mentauhidkan Allah, iman pada hari akhir dan mengetaui sifat-sifat Allah SWT serta maha mengetahui dan maha kuasa-Nya.

2. Membentuk Pribadi Yang Islam

Tujuan untuk membentuk pribadi islam diwakili oleh ayat 17, yakni perintah sholat. Dr. Wahba Zuhaili menafsiri ayat ini sebagi berikut : ayat ini adalah perintah untuk melakukan amal shalih yang dapat menetapkan ketauhidan, yakni shalat yang dilaksanakan secara ikhlas semata-mata karena Allah SWT; mendirikan shalat dengan menyempurnkan ketentuan, rukan dan syaratnya karena shalat adalah tiang agama dan bukti keimanan kepada Allah sebagai lantaran taqarrub kepada-Nya maka shalat tersebut dapat membantu untuk menjauhi keji dan mungkar serta membersikan hati .

Selain itu, dalam ayat 17 juga luqman memerintah putranya untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, karena perintah ini membawa beberapa konsekuensi, yaitu: menyuruh mengerjakan ma’ruf, mengandung pesan untuk mengerjakannya. Karena tidak wajar kalau menyuruh tapi dirinya sendiri tidak mengerjakannya. Demikian juga melarang, menuntuk agar yang melarang tersebut untuk menjauhkan dirinya dari yang mungkar tersebut. Itulah mengapa luqman tidak memerintahkan anaknya untuk melaksanakan ma’ruf dan menjauhi yang mungkar, tetapi memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar. Disisi lain, membiasakan anak melaksanakan tuntutan ini menimbulkan dalam dirinya jiwa kepemimpinan dan kepedulian sosial . Dengan demikian perintah amar ma’ruf nahi mungkar ini, bertujuan menbentuk manusia yang islam sekaligus ihsan, yaitu pribadi yang shalih dan berusaha membuat orang shalih.

3. Membentuk Pribadi Ihsan

Tujuan membentuk manusia yang ihsan juga terdapat pada ayat 17 yaitu memerintahkan untuk bersabar. Kemudian dalam pendidikan luqman ini, materi akhlaq yang dibidik adalah syukur, berbakti pada orang tua, muraqabah, sabar, tawadu’ dan bersikap sederhana. Penerapan akhlaq-akhlq terpuji ini dalam keseharian diharapakan dapat menjadikan golongan muhsinun (orang-orang baik).

Dari beberapa argument yang kuat bahwa pendidikan luqman bertujuan untuk membentuk muslim sejati, yaitu orang musli yang mempunyai keimanan yang kokoh, kemudian keimanan tersebut dibuktikan dengan amal shalih dan akhlaq terpuji baik kepada Allah maupun kepada sesame makhluk-Nya.

Sebagai bahan perbandingan, berikut ini penulis sajikan pendapat tokoh tentang tujuan pendidikan. Menurut Imam Al-Ghazali tujuan pendidikan akhir ada dua, yaitu tercapainya kesempurnaan insane yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah SWT dan kesempurnaan insan yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Tujuan ini tampak bernuansa religius dan moral serta tidak mengabaikan masalah duniawi.

Materi Pendidikan Anak Menurut Lukman Al-Hakim

Materi pendidikan luqman al-hakim dalam surat luqman ayat 12-19 sangat perlu untuk diperhatikan. Ibnu asyur berpendapat bahwa nasihat lukman itu menyangkut masalah syaria’t yaitu : aqidah, amal, etika sosial, etika pribadi . Sedangkan wahba zuhaili berpendapat bahwa wasiat luqman kepada putranya disini memuat pokok-pokok aqidah, syariah dan akhlaq. Jadi materi utama pendidikan luqman adalah iman, islam dan ihsan.

Disamping itu, ada beberapa tahapan mendidik anak :

1. Bersikap Baik Ketika Memanggil Anak

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. yang telah mengatakan bahwa rasulullah saw. pernah bersbda:

“ Janganlah sekali-kali seseorang diantara kamu mengatakan: Hai laki-lakiku! Hai budak perempuanku. Karena kamu semua, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, adalah hamba-hamba Allah. Akan tetapi, hendaknya ia mengatakan: Hai pelayan priaku! Hai pelayan wanitaku ! Hai pesuruh priaku! Hai pelayan wanitaku!” (Muslim, Kitab Al-Alfazh Minal Adab, dan Ahmad 9585)

Demi Allah, seandainya kebanyakan diantara kita mau menetapi sikap rendah diri dalam sepak terjangnya, tentulah banyak urusan yang kita hadapi akan menjadi baik semuanya.

2. Mengajari Anak Dengan Kalimat Tauhid

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. yang telah menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: “ Ajarkanlah kepada anak-anak kalian pada permulaan bicaranya ucapan Laa Ilaaha Illallah. dan ajarkanlah pula agar diakhir hayatnya mengucapkan Laa Ilaaha Illallah. “ ( Baihaqi dalam Syu’abul Iman Juz 4 Hadis No. 8649. Menurut Penelitinya, Matan Hadis Ini Gharib. Dia tidak menulisnya, kecuali Hanya dengan Isnad ini)

Makna yang dimaksud ialah tiada lain bila sang anak mulai dapat berbicara dengan jelas.

3. Bergurau Dengan Anak Dengan Gurauan Lembut

Anas Ibnu Malik ra. mengatakan :” Sesungguhnya Rasulullah Saw. benar-benar suka mengunjungi kami dan bergaul dengan kami sehingga saudaraku yang masih kecil yang suka main burung tak luput dari sapaannya:

“ Hai Abu Umair, apakah yang terjadi dengan burung pipitmu?” ( Bukhori, Kitabul Adab 5664 dan Tirmidzi, Kitabul Birri Wash Shilah 1912 )

Suatu hari ketika Nabi Saw sedang sujud dalam solatnya, tiba-tiba Al-Hasan dan Al-Husain menaiki punggungnya. Ketika mereka (para ma’mum) hendak mencegah keduanya, beliau mengisyaratkan kepada mereka agar membiarkan keduanya. ( Silsilatush Shahihah, hlm.312 )

Demikianlah toleransi islam dan kemudahan ajaran yang dibawanya sehingga anak-anak kecil pun tak luput dan perhatiannya. Perhatian islam begitu besar kepada anak-anak tanpa mengindahkan perasaan, kecenerungan, dan kesenangan mereka. Agar masa mendatang mereka tumbuh menjadi orang-orang yang baik dan berguna.

4. Memperlakukan Anak Dengan Kasih Sayang

Abu Hurairah ra. telah menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah Saw. mencium Al-Hasan. Sedang dihadapan beliau saat itu terdapat Al-Aqra’ Ibnu Haabis yang sedang duduk, lalu Al-Aqra’ berkata: “ Sesungguhnya saya mempunyai 10 orang anak, tetapi saya belum pernah mencium seorangpun diantara mereka.” Rasulullah Saw. memandang kearahnya: “ Barang siapa yang tidak punya rasa belas kasihan, niscaya tidak akan dikasihani.” ( Bukhari, Kitabul Adab 5538, Bab Rahmatul Walad Taqbiiluhu Wamu’aanaqatahu)

Tsabit telah meriwayatkan dari Anas yang telah menceritakan bahwa Nabi Saw. mengambil putranya, Ibrahim lalu menciumi dan mengendusinya.

Diantara anjuran Nabi Saw. kepada para ayah untuk menyayangi anak-anak mereka adalah hadis yang diriwayatkan oleh Anas ra. Disebutkan bahwa pernah ada seorang wanita datang kepada Aisyah ra., lalu Aisyah memberinya tiga butir kurma. Wanita itu pun memberikan kepada dua anaknya masing-masing sebiji kurma dan sisanya untuk dirinya sendiri. Buah kurma itu langsung dimakan oleh kedua anaknya, lalu keduanya memandang kepada ibunya, maka sang ibu memahami anaknya, lalu membelah sebiji buah kurma itu manjadi dua bagian dan memberikan kepada masing-masinng dari dua anaknya itu separoh buah kurma. Tidak lama kemudian Nabi Saw. datang dan Aisyah menceritakan peristiwa itu kapadanya, maka Nabi Saw. bersabda: “ Mengapa kamu mesti heran dengan sikapnya? Sesungguhnya Allah telah merahmatinya berkat kasih sayangnya kepada kedua anaknya itu.” ( Bukhari, Al-Adabul Mufrad, Kitabul Walidaatu Rahiimatun Juz 1 Hadis No.89 )

Dalam sebuah hadis shahih disebutkan bahwa pernah ada seseorang wanita dengan kedua anak perempuannya… hingga akhir kisah. Ketika Aisyah ra. menceritakan hal itu kepada Nabi Saw. Maka beliau Saw bersabda: “ Barang siapa mendapat suatu ujian dari anak-anak perempuan ini, lalu ia tetap memperlakukan mereka dengan baik, kelak mereka akan menjadi penghalang baginya dari neraka.” ( Bukhari, Kitabuz Zakat 1329 )

5. Menekankan Anak Agar Berkata Jujur

Diriwayatkanoleh Abdullah Ibnu Amir ra. yang menceritakan masa kecilnya, bahwa ibunya memanggilnya, sedang saat itu Rasulullah Saw. Sedang berada di rumah kami. Ibunya berkata: “ Kemarilah, aku akan memberimu sesuatu!” Nabi Saw. bertanya kepada ibunya: “Apakah yang  engkau berikan kepadanya? Ibunya menjawab: “ aku akan memberinya buah kurma.” Melihat gelagatnya, Nabi Saw. pun bersabda: “Ingatlah, jika engkau tidak memberinya suatu apapun, niscaya akan dicatatkan sekali dusta terhadapmu.” (Abu Dawud, Kitabul Adab 4339, dan Ahmad, Musnadul Makkiyyin 15147)

Sesungguhnya anak-anak itu senantiasa mengawasi sepak terjang orang-orang dewasa dan meniru perbuatan mereka. Oleh karena itu, janganlah sekali-kali kedua orang tua berbohong terhadap anaknya dengan cara apapun.

6. Tidak Banyak Mencela Dan Menegur Anak

Sehubungsn dengsn hal ini, dalam ungkapan yang bijak disebutkan bahwa sesungguhnya banyak melakukan celaan akan mengakibatkan penyesalan. Teguran dan celaan yang berlebihan akan berakibat makin beraninya tindakan keburukan dan hal-hal yang tercela.

Rasulullah saw. adalah orang yang palling menghindari hal tersebut. Beliau tidak pernah banyak melakukan teguran terhadap anak dan tidak pula banyak mencela sikap apapunyang dilakukan oleh anak. Tidaklah sekali-kali Nabi Saw mengambil sikap ini, melainkan untuk menanamkan dalam jiwa anak perasaan punya malu serta menumbuhkan keutamaan sikap mawas diri dan ketelitian yang berkaitan erat dengan akhlak yang mulia. Semuanya itu dirasakan adanya sentuhan pendidikannya yang begitu tinggi oleh Anas ra. yang pernah melayani Rasulullah Saw. Lalu diungkapkannya melalui hadis berikut: “ Aku telah melayani Rasulullah Saw selama 10 tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan: mengapa engkau lakukan?” (Bukhari, Kitabul Adab 5578, Muslim, Kitabul Fadhail 4269, Dan Selain Keduanya)

Nasihat Al-Ghazali

Al-Imam Al-Ghazali sehubungan dengan hal ini mempunyai nasihat yang sangt berharga untuk para murabbi. Ia mengatakan dalam nasihatnya: “Jangan anda banyak mengarahkan anak didik anda dengan celaan setiap saat, karena sesungguhnya yang bersangkutan akan menjadi terbiasa dengan celaan. Akhirnya, ia akan bertambah berani melakukan keburukan dan nasihat pun tidak dapat mempengaruhi hatinya lagi. Hendaklah seorang pendidik selalu bersikap menjaga wibawa dalam berbicara dengan anak didiknya. Untuk itu, janganlah ia sering mencelanya, kecuali hanya sesekali saja, dan hendaknya sang ibu mempertakuti anaknya dengann ayahnya serta membantu sang ayah mencegah anak dari melakukan keburukan.” (Ihya ‘Ulumuddin Juz 3)

7. Membimbing Anak Kepada Akhlak Mulia

Diriwayatkan dari Anas ra. yang telah menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda kepadanya:”Wahai anakku, jika engkau mampu membersihkan hatimu dari kecurangan terhadap seseorang, baik pagi hari maupun petang hari, maka lakukanlah! “selanjutnya, beliau melanjutkan: Wahai anakku, yang demikian itu termasuk tuntunanku. Barang siapa yang menghidupkan tuntunanku, berarti ia mencintaiku; dan barang siapa yang mencintaiku, niscaya akan bersamaku di dalam surga.” (Tirmidzi, Kitabul Ilmi 2602)

Nasihat Al-Ghazali agar membiasakan anak-anak melakukan akhlaq mulia

Al-Ghazali telah mengatakan bahwa dianjurkan agar anak tidak dibiasakan meludah dimajelisnya, mengeluarkan ingus, menguap dihadapan orang lain, membelakangi orang lain, bertumpang kaki, bertopang dagu, dan menyandarkan kepala ke lengan, karena sesungguhnya sikap ini menunjukan yang bersangkutan sebagai seorang pemalas. Sebaiknya ia harus diajari cara duduk yang baik dan tidak boleh banyak bicara. Kepadanya harus diterangkan bahwa banyak bicara itu termasuk perebuatan tercela dan hanya pantas dilakukan oleh anak-anak yang tercela. Hendaknya dia dilarang berisyarat dengan memakai kepala, baik membenarkan maupun mendustakan, agar tidak terbiasa melakukannya sejak kecil.

Hendaknya dia dilarang memulai pembicaraan dan dibiasakan untuk tidak berbicara, selain untuk menjawab sesuai dengan kadar pertanyaan. Hendaklah dia dibiasakan untuk mendengar dengan baik jika orang lain yang lebih besar daripadanya berbicara, berdiri menghormat oaring yang lebih atas daripadanya, meluaskan tempat duduk baginya, duduk dihadapannya dengan sopan, tidak mengeluarkan kutukan dan makian, serta tidak bergaul dengan orang yang mulutnya biasa mengeluarkan sesuatu dari kata-kata tersebut. Demikian itu karena sesungguhnya hal itu pasti karena pengaruh dari teman-teman yang buruk. Padahal pokok pendidikan bagi anak-anak adalah menghindarkannya dari teman-teman yang buruk (jahat). (Al-Ihya Juz 3/62)

8. Mengajari Adzan Dan Shalat

Abu Mahdzurah menceritakan hadis berikut: “Aku termasuk salah seorang diantara spuluh orang remaja yang sebaya usiaku berangkat bersama dengan Nabi Saw. dan rombongannya, padahal saat itu Nabi Saw. adalah orang yang paling tidak kami sukai. Mereka kemudian menyerukan adzan dan kami yang sepuluh orang remaja ikut pula mnyerukan adzan dengan maksud memperolok-olok mereka. Nabi Saw. bersabda: Datangkanlah sepuluh orang remaja itu kepadaku! Beliau saw memerintahkan: adzanlah kalian! Mereka pun menyerukan suara adzan, sedang aku adalah salah seorang diantara mereka.

Nabi Saw. bersabda : Alangkah baiknya suara anak remaja yang baru kudengar suaranya ini. Sekarang pergilah kamu dan jadilah juru adzan buat penduduk makkah! Nabi Saw. Bersabda demikian seraya mengusap ubun-ubun Abu Mahdzurah, kemudian beliau mengajarinya adzan dan bersabda kepadanya: “ tentulah engkau sudah hafal bukan? “ perawi hadis ini menceritakan bahwa sesudah peristiwa irtu abu mahdzurah tidak pernah lagi merapikan rambut ubun-ubunnya dan tidak pula membelahnya setelah Rasulullah Saw mengusapnya. (Ahmad, Masnadul Makkiyin 14833)

Adapun mengenai solat, maka sesungguhnya Rasulullah Saw telah memerintahkan kepada para ayah agar mengajarkannya kepada anak-anaknya sejak mereka berusia tujuh tahun dan memukul mereka bila meninggalkannya saat mereka berusia sepuluh tahun. Sehubungan dengan hal ini, Rasulullah Saw telah bersabda:” Ajarilah anak solat oleh kalian sejak usia tujuh tahun dan pukullah dia karena meninggalkannya bila telah berusia sepuluh tahun.” (Tirmidzi, Kitabusha Shalat 372, Abu Dawud, Kitabush Shalat 418 Dan Ad-Darimi, Kitabush Shalat 1395)

9. Mengajari Anak Sopan-Santun Dan Keberanian

Kami telah menerangkan sikap anak yang berada dalam majelis Nabi Saw. Dan duduk disebelah kanannya, sedang orang- orang dewasa duduk disebelah kirinya. Selanjutnya, nabi saw meminta ijin kepada anak itu untuk member minum terlebih dahulu tamu-tamu beliau yang dewasa sebelum dia, tetapi dia menolak dan tetap memegang haknya, karena dia berada disebelah kanan nabi saw, namun terhadap anak itu nabi saw tidak bersikap kasar dan tidak pula menegurnya. Dapat kita bayangkan seandainya keadaan seperti ini terjadi pada masa sekarang, sudah barang tentu ada sebagian para pendidik yang menuduh orang yang berbuat demikian sebagai seorang yang tidak punya rasa malu atrau kurang sopan dan kurang hormat. Akan tetrapi, tidakkah cukup bagi kita nabisaw, sebagai mu’alliim (pengajar) dan murrobbi (pendidik)? Sesungguhnya beliau mengajari mereka (anak-anak) keberanian yang beraneka selama hal yang dilakukan tidakl melanggaar hak-hak orang lain.

Ketika amirul mukminin ‘umar ra bersua dengan sejumlah anak-anak yang sedang bermain di jalan raya kota madinah, diantara mereka terdapat ‘Abdullah bin Zubair. Ketika mereka mellihat kedatangan  ‘Umar mereka lari, kecuali ‘Abdullah, dan ketika ‘Umar menanyainya: “ Mengapa engkau tidak lari bersama dengan anak-anak yang lain?, “ Abdullah bin Zubair menjawab dengan berani tanpa ragu-ragu: “ Aku tidak bersalah, mengapa harus lari dari engkau, dan jalan ini pun tidak sempit sehingga aku harus memberikan kelapangan bagimu?” (Tarbiyyatul Aulad, Karya ‘Abdullah Nashi ‘Ulwan Hlm.304)

10. Menyeru Anak Untuk Segera Tidur Sesudah Solat Isa

Nabi Saw dan para sahabatnya mengakhirkan solat isa, tetapi Umar ra memerintahkan kepada anak-anak dan wanitanya untuk menyegerakannya agar mereka segera tidur setelahnya. Apabila mereka tidur, umar pergi menemui rasulullah saw lalu berkata: “ Wahai Rasulullah Saw marilah kita solat. Kaum wanita dan anak-anak sudah tidur!” Rasulullah Saw pun keluar dari rumahnya sedang dari rambutnya menetes bekas air wudhunya, lalu beliau bersabda:” Seandainya aku tidak khawatir memberatkan umatku atau manusia, niscaya akan ku perintahkan kepada mereka untuk solat pada saat sekarang ini.” (Bukhari, Kitabuth Tamanni 6698).

Termasuk petunjuk Nabi Saw dalam solat isa disebutkan oleh Abu Barjah Al-Aslami ra yang telah menceritakan:” Rasulullah Saw mengajukan untuk mengakhirkan solat isa yang kalian sebut dengan solat ‘atamah dan beliau tidak menyukai tidur sebelumnya dan berbincang-bincang sesudahnya.” (Bukhari, Kitab Mawaqitush Shalat 514, Muslim, Kitabul Masajid Wamawadhi ‘Ush Shalat 1026, Ash-Habus Sunan, Ahmad Dalm Awwalumusnadil Bashriyyin 18959)

Akan tetapi, pada masa sekarang banyak orang-orang yang begadang sesudah solat isa dan banyak para pemuda yang menghabiskan waktu malam harrinya dengan begadang, tiada yang mrengetahuinya selain allah, kemudian mereka tidurr sebelum subuh seperti bangkai dan tidak bangun kecuali pada waktu duhur. Hanya kepada allah meminta pertolongan.

11. Membiasakan Anak Menundukkan Pandangan Dan Memelihara Aurat

Al-Fadhl Ibnu ‘Abbas ra. Telah menceritakan hadis berikut:”Ketika aku sedang membonceng dibelakang Rasulullah Saw dari Mudzdalifah menuju ke Mina, saat kami sedang berjalan, tiba-tiba muncul seorang arab badui yang membonceng anak perempuannya yang cukup cantik. Kendaraannyaa berjalan bersebelahan dengan unta yang dikendarai oleh Nabi Saw “Al-Fadhl Ibnu ‘Abbas melanjutkan kisahnya:” Aku selalu memandang anak perempuannya maka Nabi Saw memandang kearahku dan memalingkan wajahku dari anak perempuan itu. Akan tetapi, aku kembali memandangnya dan nabi saw memalingkan wajahku lagi darinya hingga beliau melakukan hal tersebut terhadapku sebanya tiga kali karena aku tidak mau berhenti dari memandangnya, sedang Nabi Saw terus mengucapkan talbiyahnya hingga selesai dari melempar jumrah ‘aqobah. (Ahmad, Musnad Bani Hasyim 1709)

Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah disebutkan bahwa Nabi Saw bersabda kepadanya: ”Hai anak saudaraku, sesungguhnya hari ini adalah hari milik orang yang menundukan pandangan matanya dan memelihara kemaluannya, dan lisannya, karena dia akan mendapatkan ampunan (dari segala dosanya).”

12. Tidak Memukul Anak

Sesungguhnya tujuan menjatuhkan hukuman dalam pendidikan islam tiada lain hanyalah untuk memberikan bimbingan dan perbaikan, bukan untuk pembalasan atau kepuasan hati. Oleh karena itulah, harus diperhatikan watak dan kondisi anak yang bersangkutan sebelum seseorang menjatuhkan hukuman terhadapnya, memberikan keterangan kepadanya tentang kekeliruan yang dilakukannya, dan memberinya semangat untuk memperbaiki dirinya, serta memaafkan kesalahan-kesalahan dan kealpaannya manakala anak yang bersangkutan telah memperbaiki dirinya.

Bahaya pemukulan

Ibnu Khaldun dalam muqaddimahnya menyebutkan hal yang memberikan penegrtian bahwa dia tidak suka menggunakan kekerasan dan paksaan dalam mendidik anak-anak. Untuk itu, dia mengatakan sebagai berikut:

“Barang siapa yang menerapkan pendidikannya dengan cara kasar dan paksaan terhadap oaring-orang yang menuntut ulmu kepadanya, para budak atau para pelayannya, maka orang yang didiknya maka akan dikuasai oleh serba keterpaksaan. Keterpaksaaan akan membuat jiwanya merasa sempit dan sulit untuk mendapatkan kelapangan. Semangat membuat kreatifitasnya akan lenyap, cenderung pada sikap malas, dan mendorongnya untuk suka berdusta dan kebusukan karena takut terhadap perlakuan suka memukul yang ditimpakan atas dirinya secara paksa. Pendidikan secara keras yang ditetapkan terhadap diriya mengajarinya untuk melakukan tipu muslihat dan penipuan sehingga lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan dan pekerti bagi yang bersangkutan. Akhirnya akan rusaklah nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi olehnya.

13.Mengajurkan Anak Bergaul Dengan Ulama Dan Bersikap Santun Kepada Mereka

Abu Umamah ra, telah mengatakan bahwa rasulullah saw pernah bersabda:” Sesungguhnya Luqman pernah berkata kepada putranya:” Hai anakku, hadirilah majelis para ulama dan dengarkanlah perkataan yang orang yang bijak, karena sesungguhnya allah menghidupkan kalbu yang mati dengan cahaya hikmah sebagimana dia menghidupkan bumi yang mati dengan air hujan yang deras.” (Diketengahkan Oleh Thabrani Dalam Al-Kabirnya, Tetapi Dalam Sanadnya Terdapat ‘Ubaidillah Bin Zahr Dan ‘Ali Bin Yazid, Keduanya Lemah Dan Tidak Dapat Dijadikan Pegangan Menurut Al-Haitsami Dalam Majma’uz Zawaidnya)

Abu Juhaifah mengatakan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda: “ Duduklah di majelis orang-orang besar; bertanyalah kepada para ulama; dan bergaullah dengan orang-orang yang bijak. (Thabrani Dalam Al-Kabirnya Melalui Dua Jalur, Salah Satunya Adalah Ini; Dalam Sanadnya Terdapat ‘Abdul Malik Bin Husain Alias Abu Malik An-Nakha’iy Yang Mungkar Hadisnya, Sedang Jalur Yang Lain Berpredikat Mauquf, Tetapi Sanadnya Shohih.)

Nabi Saw menganjurkan pula untuk mengormati para ulama serta menghargai hak dan kedudukan mereka.

14. Mengingatkan Anak Agar Tidak Bergaul Dan Berteman Dengan Orang Jahat

Aisyah ra, telah menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Nabi Saw: ”Cukuplah sikapmu terhadap Shafiyyah karena dia anu dan anu.” Musaddad, perowi hadis ini, mengatakan bahwa yang dimaksud oleh Aisyah ialah bahwa Shafiyyah itu orangnya pendek maka Nabi Saw bersabda: ”Sesungguhnya engkau telah mengucapkan suatu kalimat, yang seandainya kalimat itu dicampurkan dengan air laut, niscaya akan mencemarinya.” (Ahmad, Kitabul Ada 4232)

Yakni tentulah air laut itu menjadi cemar warna dan rasanya karena bau busuk dan kekotorannya, karena sesungguhnya apa yang dikatakan oleh Aisyah itu adalah umpatan yang menghina Shafiyyah sebagai wanita yang berperawakan pendek.

Watsilah bin Al-Asqa’ ra, telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda:” Janganlah engkau perlihatkan kegembiraanmu kepada saudaramu Karena musibah yang menimpa dirirnya karena bisa jadi Allah akan membalikan merahmatinya dan menimpakan ujiannya kepadamu.” (Tirmidzi, Kitabul Adab 4232)

Sehubungan dengan hal ini, Allah Swt. berfirman:” Hai orang-orang yang beriman, janganlai suatukaum mengolok-olokkan kaum yang lain, (karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik daripada mereka yang mengolok-olokkan dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olokkan wanita lain, (karena) boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik daripada yang diperolok-olokkan.” (Qs. Al-Hujuurat [49]: 11)

15. Mengajari Etika Berbicara Dan Menghormati Saudara Yang Lebih Tua

Abdurrahman bin Sahl dan Huwaishah bin Mas’ud datang menghadapi Nabi Saw, lalu Abdurrahman langsung membuka pembicaraan maka Nabi Saw bersabda: ”Hormatilah yang lebih tua! (Bukhari 3002, Dan Muslim 1669, Serta Ashabus Sunan)

Yakni hendaklah yang berbicara adalah orang yang lebih tua, karena abdul rahman adalah orang yang termuda diantara kaum yang datang.

Demikianklah hak orang yang lebih tua, tidak boleh bagi orang yang lebih muda membuka pembicaraan terlebih dahulu, kecuali jika diminta untuk berbicara atau kum yang ada memilihnya sebagai jubir mereka atau karena memang dia punya permitaan dan keperluan yang mendesak.

16. Menanamkan Kecintaan Kepada Nabi Saw Keluarganya, Dan Sahabatnya, Serta Kecinttan Membaca Al-Qur’an

Sesungguhnya kekosongan yang dirasakan oleh manusia pada masa sekarang tiada lain hanyalah merupakan salah satu dari fenomena kelangkaan keteladanan rabbani yang benar. Kedudukan yang terpuncak dalam hal ini hanya terdapat pada kepribadian Muhammad sebagi sosok yang menjadi suri teladan semuanya. Untuk itu agar manusia kembali kepada kesadarannya dan terbebas dari ketersesatannya maka sudah menjadi kewajiban bagi para murrabbi mendidik anak-anak didiknya yang kelak akan menjadi generasi penerus untuk mencintai Nabi Saw dan mengenalkannya mereka kepada puncak keteladanannya serta menanamkan kedalam kaum mereka kecintaan kepada kepribadiaannya yang mulia. Seperti inilah yang telah dilakukan oleh para sohabat Nabi Saw terhadap anak-anak mereka, sehingga mereka tumbuhdalam keadaan yang mencintai Nabi Saw sehingga mereka berlomba-lomba untuk melayaninya seperti yang pernah dilakukan oleh Anas, Ibnu ‘Abbas, dan lain-lainnya. Semoga Allah melimpahkan rido-Nya kepada mereka.

17. Memberi Semangat Untuk Mandiri Dan Bekerja Keras

Sehubungan dengan hal ini kita lihat bahwa Rasulullah Saw begitu memperhatikan pengembangan bakat sang anak di bidang social dan ekonomi dalam rangka membangun rasa percaya diri dan kemajuan. Dengan demikian sang anak dapat berinteraksi dengan berbagai unsur yang ada di dalam tubuh masyarakat sekaliggus dapat pula mengukur potensi yang ada didalamnya, kemudian mengambil manfaat dari pengalamannya yang makin menyuburkan rasa percaya dirinya, sehingga jadilah ia seorang yang menjalani hidupnya dengan penuh kesungguhan dan keberaniannya makin berkembang serta tidak lagi ada unsure kemanjaan yang masih tersisa didalam dirinya karena telah menjadi seorang yang benar-benar dewasa.

18.  Mengukuhkan Hak Menuntut Ilmu Dan Mempelajari Al-Qur’an

Ilmu merupakan kesenangan rohani dan senjata yang menghiasi jasad yang menghiasi jasad yang kasarnya. Penuntutnya berhak memperoleh permohonan ampunan baginya dari semua makhluk setiap kali ia pergi atau pulang dari menuntut ilmu karena merasa puas dengan apa yang telah diperbuatnya. Para malaikat meaungkan sayap mereka kepadanya dan memang ilmu berhak untukmenjadi objek yang difardukan oleh Allah Yang Maha Mengetahui Lagi Maha Member Keputusan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas Bin Malik ra. Telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap orang muslim dan orang yang mengajarkan ilmu bukan kepada orang yang berhak menerimanya sama dengan orang yang mengalungkan permata, mutiara dan emas kepada babi.”(Ibnu Majah, Kitabul  Muqaddimah 220)

Pesan Luqmanul Hakim Kepada Penuntut Ilmu

Dalam pesan ini terkandung beberapa etika yang tinggi, yang tidak dapat terlepas darinya seorang penuntut ilmu pun buat selamanya. Syahr bin Hausyab telah mengatakan bahwa telah sampai kepadanya bahwa Luqmanul Hakim dalam pesannya kepada putranya mengatakan sebagai berikut:”Wahai anakku, janganlah kamu mempelajari ilmu untuk menyombongkan dirimu di hadapan para ulama, untuk mendebat orang-orang yang jahil, atau untuk memamerkan dirimu dengannya dalam berbagai pertemuan. Janganlah kamu meninggalkan ilmu karena tidak suka kepadanya dan lebih memprioritaskan kejahilan darinya. Wahai anakku, pilihlah tempat pertemuan menurut  pandangan matamu sendiri secara langsung. Apabila kamu menjumpai suatu kaum yang sedang berdzikir menyebut nama allah, maka bergabunglah kamu bersama dengan mereka, karena sesungguhnya jika kamu seorang yang alim, maka ilmumu akan bermanfaat; atau jika kamu seorang yang jahil, tentulah mereka akan mengajarimu. Barangkali Allah menurunkan rahmatnya kepada mereka sehingga kamu pun akan mendapatkan bagiannya bersama mereka karena kamu menjadi teman sekedudukan mereka. Sebaliknya, apabila kamu melihat suatu kaum yang tidak berdzikir menyebut nama Allah, janganlah kamu duduk bersama mereka, karena jika kamu seorang alim, maka ilmumu tidak akan berguna, dan jika kamu seorang yang jahil , maka mereka akan makin menambah kamu terjerumus kedalam kebathilan. Barangkali allah menurunkan adzab nya kepada mereka sehingga kamu pun ikut mendapat bagiannya bersama dengan mereka karena kamu menjadi teman sekedudukan mereka.”

19. Mengajari Anak Berbakti Dan Beretika Kepada Kedua Orang Tua

Ibnu Katsir telah mengatakan dalam kitab An-Nihayah bahwa dalam hadis Abu Hurairah ra, disebutkan sebagai berikut:

“Janganlah sekali-kali kalian berjalan didepan orang tua; jangan duduk sebelumnya; jangan memanggil namanya saja; dan jangan pula menyebabkan dia dicaci.”

Yakni janganlah kalian menjadi penyebab yang membuatnya dicaci oleh orang lain, misalnya kalian mencaci orang tua orang lain, maka orang lain itu akan berbalik mencaci orang tua kalian. Hadis ini ditafsirkan  oleh hadis lain yang menyebutkan: “sesungguhnya diantara dosa yang paling besar ialah bila seseorang mancaci kedua orang tuanya.” Ketika ditanyakan:” bagaimana seseorang bisa mencaci kedua orang tuanya?” beliau menjawab:”dia mencaci ayah dan ibunya.” (Ibnul Atsir, An-Nihayah, Bab Sababa)

20. Menuntun Anak Kepada Ketaatan Dan Kebijakan Dengan Hikmah Kebijaksanaan

Dengan dialog yang teduh penuh dengan nuansa ketenangan, sang anak diajak berbicara sehingga semua inderanya tergugah dan ia mau mendengar dengan penuh dengan perhatian dan kekhusyuan serta pikirannya jernih hingga dapat memahami dan mencerna pembicaraan serta mau menerima nasihat dan bersedia meninggalkan hal yang dilarang. Cara ini akan mermperoleh hasil yang efektif dan maksimal.

E. Metode Pendidikan Anak Menurut dalam surah Luqman Al-Hakim
1. Metode keteladanan

Metode keteladanan yang diterapkan oleh luqman ini berdasarkan pemahan terhadap penafsiran Al-Biqa’i yang menyatakan bahwa pengertian hikmah adalah ilmu yang diperkuan oleh amal dan amal yang didukung dengan ilmu . Dengan demikin, materi pendidikan yang diberikan oleh Luqman kepada putranya, sudah tentu dilandasi dengan ilmu dan sudah diamalkan.

Penggunaan metode keteladanan disebabkan oleh faktor psikologis bahwa murid-murid itu cendrung meneladani atau mencontoh pendidiknya. Dan hal ini sudah diakui oleh semua ahli pendidikan, baik dari barat maupun dari timur . Bahkan menurut Abdullah Nasih ‘Ulwan berkesimpulan bahwa metode keteladanan adalah metode yang paling berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial anak didik .

2. Metode Mau’idzah

Metode nasihat yang dipakai oleh luqman berdasarkan pemahan terhadap ayat 13, yaitu pada lafadz……. Metode mau’idzah dalam pendidikan Luqman ini diterapkan dengan penuh kasih sayang sebagaimana pemahaman terhadap panggilan mesra luqman pada anaknya. Penggunaan fiil mudhari’ mengisyaratkan bahwa mau’idzah itu seharusnya dilakukan terus-menerus, dari waktu ke waktu .

Al-Mawardi menyampaikan bahwa seorang pendidik harus tampil sebagai penyayang, menurutnya secara psikologis, setiap manusia lebih suka diperlukan dengan carayang lembut dan halus dari pada diperlakukan secara keras dan kasar.

Ada kunci sukses menetapkan metode nasihat ini, yaitu: pertama, yang member nasihat merasa terlibat dalam isi nasihat itu. Kedua, yang memberi nasihat harus merasa prihatin terhadap orang yang dinasihati. Ketiga, yang menasihati harus ikhlas. Keempat, nasihat harus dilakukan secara berulang-ulang .

3. Metode Diskusi (Hiwar)

Metode diskusi yang digunakan luqman dalam pendidikannya berdasarkan beberapa argumentasi yang diberikan oleh luqman, seperti pada ayat 13 ketika luqman melarang putranya untuk menyekutukan Allah SWT, sudah tentu dalam benak putranya terbesit sebuah pertanyaan “wahai ayah, mengapa aku tidak boleh menyekutuka Allah?” luqman pun menjawab: “ karena sesungguhnya syirik adalah kedzaliman yang amat besar”.

Menurut Ibnu Sina, metode diskusi dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran kepada siswa yang dihadapakan pada suatu masalah yang dapat berupa pertanyaan yang bersifat problematic untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Ibnu sina menggunakan metode ini untuk pengajaran penetahuan yang bersifat rasional dan teoritis .

4. Metode Perumpamaan

Dalam surat luqman ayat 12-19 ada dua bentuk perumpamaan yaitu, ayat 16 dan ayat 19. Pada ayat 16 ada contoh (tamtsil) untuk menjelaskan tentang keluasan ilmu Allah SWT, yang meliputi segala sesuatu , baik yang besar maupun yang kecil, yang agung maupun yang hina, dan Allah maha mengetahui terhadap sesuatu yang paling kecil dan berada di tempat paling tersembunyi. Sedangkan ayat 19 adalah isti’arah tamtsiliyah, yaitu menyerupakan orang-orang yang mengeraskan suaranya (dengan berlebih-lebihan) dengan keledai .

Penggunaan metode amtsal ini mempunyai beberapa kelebihan sebagaiman paparan al-nahlawi berikut ini: pertama, mempermudah memahami konsep yang abstrak. Kedua, perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut. Ketiga, perumpamaan sebagai metode pendidikan harus logis, dapat dipahami dan memperjelas konsep. Keempat, amtsal Al-Qu’an dan nabawi memberi motivasi kepada pendengar untuk berbuat baik dan menjauhi kejahatan. Jelas hal ini amat penting dalam pendidikan islam .

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan beberapa paparan diatas, kita memperoleh beberapa kesimpulan terkait dengan pendidikan anak menurut luqman al-hakim yang terdapat dalam surat luqman ayat 12-19, sebagai berikut:

1. Tujuan pendidikan luqman adalah membentuk pribadi yang mempunyai aqidah dan imam yang kokoh, islam yang benar dengan bukti gemar beribadah serta ihsan yang konprehensif, yaitu berakhlaq terpuji kepada Allah SWT, kedua orang tua, orang lain dan diri sendiri. Sehingga menjadi insan kamil, yaitu shalih secara spiritual dan sosial sekaligus.

2. Materi pendidikan luqman mencakup dasar-dasar aqidah dan keimanan (menjauhi syiruk, iman pada hari akhir dan mengetahui nama-nama Allah), dasar-dasar ibadah (shalat dan berbuat ma’ruf), serta dasar-dasar akhlak terpuji, baik kepada Allah SWT (bersyukur dengan cara bertaqwa kepada-Nya), kepada orang tua (berbakti dan mempergauli mereka dengan baik), kepada diri sendiri (bersikap sabar dan sederhana), kepada orang lain (amar ma’ruf nahi mungkar dan bersikap tawadhu’ serta tidak angkuh dan sombong).

3. Metode yang digunakan luqman mencakup beberapa metode yang terbukti sukses hingga saat ini, yaitu metode keteladanan melalui keyakinan, perkataan dan perbuatan, metode mau’idzah yang diberikan secara lemah lembut dan disertai dengan peringatan serta terus-menerus, metode diskusi (hiwar) melaui argumentasi yang benar dan meyakinkan, dan metode amtsal (perumpamaan) dengan mendatangkan contoh-contoh yang mudah difahami.

3.2 Saran

Semoga dengan  selesainya makalah ini, para pendidik tergugah hatinya untuk berubah menjadi pendidik yang berkualitas, dengan artian mendidik anak sesuai dengan al- qur’an dan hadis. Salah satunya dengan cara mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, mendidik anak dengan baik dan benar, agar terciptanya seorang anak yang berakhlak mulia dan pendidik yang berkualitas. ‘Mendidik Anak Adalah Kewajibanku’.

Allahu akbar !

Wallahu’alam bishowab.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Anak (di unduh pd tgl 26-5-2014, pkl. 16.30)

http://khalifahindonesia.wordpress.com/2010/06/02/beberapa-hadits-rasulullah-saw-tentang-pendidikan-anak/ (di unduh pd tgl 26-5-2014, pkl. 16.35)

http://pondok-muslim.blogspot.com/2013/04/tarbiyah-relevan-dalam-surah-luqman.html (di unduh pd tgl 26-5-2014, pkl. 16.25)

http://raflengerungan.wordpress.com/korupsi-dan-pendidikan/pengertian-pendidikan/ (diunduh pd tgl 26-5-2014, pkl. 16.40)

http://smp-dharmakartini.siap-sekolah.com/2013/03/01/pendidikan-menurut-tiga-ulama-islam/#.U4beF9n8dH0 (diunduh pd tgl 26-5-2014, pkl. 16.45)